“ Kotaku
Tercinta SALAM SATOE NYALI WANI Lawan COVID-19 “
Hari Ke -
137
Kata Surabaya (bahasa Jawa Kuno: Śūrabhaya) sering diartikan secara filosofis sebagai lambang perjuangan antara
darat dan air. Selain itu, dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran
antara ikan sura / suro (ikan
hiu) dan baya / boyo (buaya), yang menimbulkan dugaan bahwa
terbentuknya nama "Surabaya" muncul setelah terjadinya pertempuran
tersebut. Bukti sejarah
menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti yang
tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M. Dalam prasasti tersebut
terungkap bahwa Surabaya (Churabhaya) masih berupa desa di tepi sungai Brantas
dan juga sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang daerah
aliran sungai Brantas. Surabaya juga tercantum dalam pujasastra Kakawin
Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca yang bercerita tentang
perjalanan pesiar Raja Hayam Wuruk pada tahun 1365 M dalam pupuh XVII (bait
ke-5, baris terakhir). Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama
Surabaya berangka tahun 1358 M (Prasasti Trowulan) dan 1365 M
(Nagarakretagama), para ahli menduga bahwa wilayah Surabaya sudah ada sebelum
tahun-tahun tersebut. Menurut pendapat budayawan Surabaya berkebangsaan Jerman
Von Faber, wilayah Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara
sebagai tempat permukiman baru bagi para prajuritnya yang berhasil menumpas
pemberontakan Kemuruhan pada tahun 1270 M. Pendapat yang lainnya mengatakan
bahwa Surabaya dahulu merupakan sebuah daerah yang bernama Ujung Galuh. Versi
lain menyebutkan, Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup-mati
antara Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon, setelah mengalahkan pasukan
Kekaisaran Mongol utusan Kubilai Khan atau yang dikenal dengan pasukan Tartar,
Raden Wijaya mendirikan sebuah keraton di daerah Ujung Galuh dan menempatkan
Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu
buaya, Jayengrono semakin kuat dan mandiri sehingga mengancam kedaulatan
Kerajaan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono, maka diutuslah Sawunggaling
yang menguasai ilmu sura. Adu kesaktian dilakukan di pinggir Kali Mas, di
wilayah Peneleh. Perkelahian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan
berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal setelah kehilangan
tenaga.Nama Śūrabhaya sendiri dikukuhkan sebagai nama resmi pada abad ke-14
oleh penguasa Ujung Galuh, Arya Lêmbu SoraWilayah Surabaya dahulu merupakan
gerbang utama untuk memasuki ibu kota Kerajaan Majapahit dari arah lautan,
yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi kota Surabaya ditetapkan yaitu pada
tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan
Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap serangan pasukan Mongol. Pasukan
Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai SURA (ikan hiu / berani) dan
pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BAYA (buaya /
bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya yang datang
mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.Pada
abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu
anggota Walisongo, Sunan Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di wilayah
Ampel. Tahun 1530, Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Demak. Menyusul
runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram,
diserbu Panembahan Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan
Seda ing Krapyak tahun 1610, dan diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan
aliran Sungai Brantas oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah.
Suatu tulisan VOC tahun 1620 menggambarkan, Surabaya sebagai wilayah yang kaya
dan berkuasa. Panjang lingkarannya sekitar 5 mijlen Belanda (sekitar 37 km),
dikelilingi kanal dan diperkuat meriam. Tahun tersebut, untuk melawan Mataram,
tentaranya sebesar 30.000 prajuri Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut
Surabaya, namun akhirnya didepak VOC pada tahun 1677.Dalam perjanjian antara
Pakubuwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan
penguasaannya kepada VOC. Gedung pusat pemerintahan Karesidenan Surabaya berada
di mulut sebelah barat Jembatan Merah. Jembatan inilah yang membatasi
permukiman orang Eropa (Europeesche Wijk) waktu itu, yang ada di sebelah barat
jembatan dengan tempat permukiman orang Tionghoa; Melayu; Arab; dan sebagainya
(Vremde Oosterlingen), yang ada di sebelah timur jembatan tersebut. Hingga
tahun 1900-an, pusat kota Surabaya hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah
saja. Agar tidak ada
kesimpang-siuran dalam masyarakat maka Walikotamadya atau Kepala Daerah Tingkat
II Surabaya, yang dijabat oleh Bapak Soeparno, mengeluarkan Surat Keputusan No.
64/WK/75 tentang penetapan hari jadi kota Surabaya. Surat Keputusan tersebut
berisi bahwa pada tanggal 31 Mei 1293 diperingati sebagai hari jadi kota
Surabaya. Bahkan orang Jawa pun percaya bahwa nama Surabaya berasal dari kata
“sura ing bhaya” yang memiliki arti “keberanian menghadapi bahaya” hingga
sekarang simbol patung itu masih ada di depan Kebun Binatang Surabaya sebagai
tempat wisata. Nama Kota Surabaya sudah ada sejak awal masa kerajaan Majapahit.
Nama Surabaya tercipta dari gabungan kata Sura dan Baya, nama dua binatang yang
bertempur. Kedua ikon tersebut digunakan menggambarkan peristiwa yang terjadi
di Ujung Galuh (nama daerah Surabaya pada zaman dulu), yakni pertempuran antara
tentara yang dipimpin Raden Wijaya dengan pasukan tentara Tar Tar pada tanggal
31 Mei 1293. Tanggal tersebut kemudian dikenal sebagai hari lahirnya Kota
Surabaya.
Hari Minggu
31/5/2020 Adalah Hari Jadi Kota Surabaya Yang Ke – 727 , Dimana
Pada Tahun Ini Hari Jadi Kota Surabaya Bersamaan Dengan PANDEMI COVID – 19 ,
Jadi tidak ada perayaan kegiatan tersebut , di Usia Yang Ke – 727 Kota Surabaya
Adalah Kota Yang Hijau , Kota Yang Bersih dengan Segudang Prestasi yang
dimiliki , Dimana Tata Kota Dan Tata
Ruang sangat Bagus dan sangat Rapi , Pelayanan umum juga sangat bagus serasa
kita di Luar Negeri, Tapi saat Ini Penulis merasa sangat sedih dan Iba Kota
Surabaya Kota Yang sangat Indah , Kota Yang Hebat Kini mengalami PIL Pahit Yaitu data Dari https://lawancovid-19.surabaya.go.id/ Sampai
Hari SABTU 30 MEI 2020 Surabaya Utara Yang Meninggal Sebanyak 62 Orang Yang Meninggal , Surabaya Timur Sebanyak
56 Orang Yang Meninggal , Surabaya Pusat Sebanyak 51 Orang yang meninggal , Surabaya
Selatan yang Meninggal sebanyak 48 Orang
Sedangkan Surabaya Barat Yang Meninggal sebanyak 18 Orang , Dalam kesempatan Yang Baik Ini Penulis
mengajak Kepada Masyarakat SALAM SATOE
Nyali WANI Lawan CORONA Penulis meminta
Kepada Masyarakat untuk mematuhi Aturan Protokoler Tentang Pandemi COVID – 19 Tersebut , Insyah
Allah Jika Masyarakat Surabaya dapat
Taat Aturan Dengan Menjaga Pola Hidup Bersih Dan Sehat , Memakai Masker
, Selalu cuci Tangan . Arek Soeroboyo Iku
bondo Nekat , Makanya Di HARI Jadi Kota Surabaya Penulis Meminta Kepada
Masyarakat Kota Surabaya Agar Sama sama Memerangi COVID – 19 Tersebut, Insyah
Allah Jika Masyarakat Taat VIRUS CORONA
Akan Hilang Dari Bumi Ini Khusunya Dari Kota Surabaya , Maka Itu adalah Kado
Terindah Di Hari Jadi Kota Surabaya Yang Ke – 727 , Sehingga Perekonomian ,
Pendidikan bisa kembali normal lagi Arek SOEROBOYO Bersatu Padu Melawan Dan
Memerangi PANDEMI COVID – 19 Ini
#Tantangan Guru Siana
# dispendik Surabaya
#Guruhebat