“ Peringatan Hari
Kartini Sambil Pemantaban UNBK “
Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan
priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati
Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera
setelah Kartini lahir. Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan
istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan
Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya,
silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati
Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit.Semenjak
Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang
Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja. Ayah Kartini pada
mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu
mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah
bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng
Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka
ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah
kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo. Kartini adalah anak ke-5 dari 11
bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah
anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat
bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai
salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.
Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere
School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah
usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Surat
Kartini - Rosa Abendanon (fragmen)
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka
di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman
korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon
yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini
tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk
memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada
status sosial yang rendah. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De
Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket
majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat
majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah
wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali
mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya
tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat
catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau
mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi
wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar
memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan
yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20,
terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada
November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib)
karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya
Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop
de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die
Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda. Oleh orangtuanya,
Kartini dijodohkan dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada
tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini
diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu
gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah
bangunan yang kini
digunakan sebagai Gedung Pramuka.
SMP PGRI 6 Surabaya adalah Sekolah Peduli dan
Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan
Wonokusumo kecamatan semampir Pada Hari Sabtu 21 /4/2018 Memperingati Hari
Kartini Seperti sekolah sekolah yang lain. Kegiatan Kartini di SMP PGRI 6
Surabaya adalah Upacara Bendera Dimana yang menjadi Pembina Upacara Peringatan
Hari Kartini adalah Ibu Ratih Sari Wijaya , S.Pd , Dalam Kesempatan tersebut
juga di berikan Hadiah kepada Siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS
Kostum Terbaik. Selesai Upacara seluruh
Siswa SMP PGRI 6 Surabaya Melaksanakan kegiatan Kirab Drumband Keliling Dari
Wonosari Mulyo- Wonosari Wetan- Wonosari Lor Baru – Bulak Sari- Bulak Jaya
Serta Kembali Ke SMP PGRI 6 Surabaya Bulak Rukem , Selisai Kirab Drumband dan
Upacara Peringatan Hari Kartini Seluruh siswa SMP PGRI 6 Surabaya Kelas 9 Masuk
Ke dalam Kelas Untuk Mengikuti Pemantaban UNBK Tahun Pelajaran 2017 – 2018 Di damping
Oleh Ibu Diar Rahmawati , .SPd . Menurut Banu Atmoko , .S.Pd bahwa Tujuan dari
kegiatan Ini adalah Untuk Menumbuhkan karakter Cinta Dan Peduli Terhadap
Pahlawan , Sehingga Diharapkan Seluruh siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan
SDS “ AL-IKHLAS Surabaya bisa mengikuti dan menghargai para Pahlawan, Serta
Untuk Kegiatan Pemanataban Semoga anak Didik Kelas 9 Siap Menghadapi UNBK
Menurut Putri Puji Rahayu Siswa Kelas 9 Berharap dengan Kegiatan Pemantaban tersebut
Seluruh Siswa SMP PGRI 6 Surabaya Lulus Dengan Nilai UNBK Terbaik Serta Dapat
Di Terima Di SMA / SMK Negeri Favorit , Sehingga dapat membanggakan dan
mengharumkan nama SMP PGRI 6 Surabaya Tercinta.