“ NIKMATNYA MENU BUKA PUASA
DI WARUNG SEDERHANA YANG MURAH DAN NIKMAT “
Hari Ke- 484
Buka
puasa adalah sebutan untuk sebuah pekerjaan membatalkan puasa pada waktu
maghrib yang dilakukan dengan makan dan minum secara halal dan secukupnya
dengan sunnah-sunnah yang telah ditentukan. Istilah buka puasa sudah tak asing
lagi bagi orang yang mengerjakan ibadah puasa. Seolah ia menjadi trend dari
ibadah yang setahun sekali dilaksanakan. Namun tak banyak orang yang merenungi
/ mengkaji rahasia dari makna yang terkandung dalam istilah “buka puasa”. Bagi
kebanyakan kita, buka puasa itu disajikan dalam bentuk beraneka ragam makanan
dan minuman yang hampir tidak ditemukan dalam bulan-bulan lain. Seolah ia
adalah sebuah perhelatan besar untuk menjamu tamu-tamu istimewa, terkesan
mewah. Di setiap rumah, bahkan musholla atau masjid, masing-masing
memperlihatkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan biologinya. Padahal puasa
itu seharusnya lebih berimplikasi pada terbentuknya mental pengendalian hawa
nafsu. Namun sepertinya orientasi itu tidak terlihat sama sekali. Kenikmatan
yang diraih adalah kenikmatan jasadiah yang justru malah menutup kenikmatan
ruhaniah yang seharusnya termanipestasi pada rasa syukur. Dalam bahasa Arab,
buka puasa itu disebut futhur atau ifthar. Bentuk mashdar (kata benda) dari
akar kata kerja fathara. Futhur juga dipakai untuk sebutan sarapan pagi. Secara
etimologis, bentuk kata futhur berasal dari huruf fa tha dan ra. Huruf-huruf
itu juga merupakan sumber dari kata fithrah yang berarti kesucian. Jadi, futhur
dengan fithrah berasal dari satu sumber yaitu fa tha ra yang artinya adalah
kesucian. orang puasa bermakna “buka puasa”. Istilah buka puasa harus dipahami
secara hakiki bukan secara syar’i. kalau pemahaman buka puasa berhenti pada
pengertian syari’at, maka buka puasa itu tidak bermakna apa-apa kecuali
membatalkan puasa dengan cara makan/minum pada saat maghrib. Orientasinya
hanyalah biologis, jasadiyah. Biasanya, istilah buka itu lebih identik sebagai
permulaan, bukan symbol yang menunjukkan sebuah pengakhiran. Namun dalam
pengertian pada umumnya, istilah "buka" itu diartikan justru sebagai
penutup puasa. Jika tidak dikaji secara lebih mendalam, istilah buka puasa itu
sangatlah ironis. Bahasa Indonesia memilih istilah buka puasa untuk pembatalan
puasa pada saat maghrib bukanlah tanpa makna. Rasulullah saw bersabda:لِلصَّآئِمِ
فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ اْلفُطُوْرِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَآءِ رَبِّهِ. Ada
dua kebahagiaan bagi orang yang puasa; Kebahagiaan pada saat buka dan
kebahagiaan pada saat berjumpa dengan Tuhan. Pada Hadits tersebut, kebahagiaan
berbuka diselaraskan dengan kebahagiaan berjumpa dengan Tuhan. Kebahagiaan
berjumpa dengan Tuhan bersifat ruhani, maka semestinya kebahagiaan berbuka juga
merupakan kebahagiaan yang bersifat ruhani. Tidak available kalau kebahagiaan
ruhani dinisbatkan pada pemenuhan kebutuhan jasad, apalagi dihubungkan dengan
kebahagiaan bertemu dengan Tuhan. Ada hal lain dari buka puasa yang harus
dikaji lebih mendalam dari sekedar pemenuhan jasad. Buka puasa yang dilakukan
pada saat menjelang malam (maghrib) sangatlah berkaitan erat dengan keadaan
alam yang gelap. Istilah "buka" menunjukkan sebuah penyingkapan
sesuatu yang tertutup (terhijab). Sedangkan saat berbuka jatuh pada permulaan
kegelapan malam yang menyimbolkan tertutupnya segala penampakan-penampakan.
Makna saat maghrib adalah mulai tertutupnya segala penampakan kebendaan karena
terangnya siang telah berakhir. Jadi, kegelapan malam merupakan symbol dari
ketertutupan. Karena itu, ia harus dibuka. Penekanannya lebih kepada keadaan
malam. Karena, justru pada saat malamlah sebenarnya poses pembentukan jati diri
itu berlangsung. Keheningan malam membawa kita kepada sebuah keadaan di mana
kita dituntut untuk membaca diri. Sebuah proses awal dari mengenal Tuhan. مَنْ عَرَفَ
نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ Barangsiapa mengenal dirinya, maka dia mengenal
Tuhannya. Waktu malam adalah symbol dari ketenangan, kegelapan dan kehampaan.
Semua visualisasi kebendaan sirna pada malam hari. Kegelapan melepaskan kita
dari gambaran-gambaran dunia yang mengikat kita pada saat siang. Persepsi
pikiran kita pada siang hari sangatlah dipengaruhi oleh pandangan mata kita.
Karena itu, puasa mengarahkan kita untuk melepaskan diri dari belenggu-belenggu
persepsi dunia. Ketika persepsi diri terlepas dari gambaran dunia lewat menahan
hawa nafsu pada siang hari, maka diri akan terbuka (terlepas) dari sifat-sifat
dunia yang memperdaya dan siap untuk memasuki sebuah keadaan di mana
sifat-sifat Tuhan akan muncul di dalam diri kita. Ruhani kita tidak butuh
makanan dan minuman atau partikel-partikel dunia lainnya. Ia berdiri sendiri
dan menjadi raja pada jasad kita. Pikiran kitalah yang selalu mengingkari
titah-titah sang raja. Perintah sang raja tertutup oleh perintah pikiran kita
sendiri. Puasa menundukkan pikiran kita agar ia patuh pada perintah ruhani.
Perintah ruhani terhubung pada alam yang lebih tinggi. Sinyalnya kuat tanpa
hijab dan membawa diri untuk lebih mengenal-Nya. Pada pikiranlah nafsu itu
muncul. Ia tidak perlu dimatikan tapi ditenangkan, ditundukkan dan dikendalikan
agar ia terhubung dengan perintah dari alam yang lebih tinggi. Hai jiwa yang
tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.Maka
masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.
(al-Fajr: 27-30) Buka puasa menjelang malam mengandung makna melepaskan pakaian
dunia dari alam pikiran dan membangkitkan spirit ketuhanan dalam diri lewat
rasa kita sendiri yang dilatih sejak pagi hingga menjelang malam. Kecintaan
terhadap dunia berada di alam pikiran kita sendiri, menutup akal kesadaran kita
yang seharusnya membawa kita kepada Tuhan. Seharusnya akal pikiran kita membawa
kita kepada kesadaran tertinggi yang berujung pada pola berpikir ketuhanan.
Bekerja untuk ridha Allah adalah kata kunci untuk membuat diri, keluarga,
lingkungan, dan bangsa ini menjadi stabil. Buka puasa pada saat maghrib adalah
dimulainya sebuah proses pembukaan diri untuk menerima pesan-pesan Allah lewat
ayat-ayat-Nya baik kauniyyah maupun qauliyyah. Seperti sebuah belanga yang
dibuka tutupnya, siap untuk dimasuki air. Menerima pesan Allah lewat ayat-ayat
kauniyyah dan qauliyyah dapat menetralisir kehidupan diri sendiri, keluarga,
lingkungan dan bangsa. Malam adalah sebuah symbol kehampaan karena hilangnya
gambaran-gambaran dunia. Seperti bayi yang lahir dalam keadaan fitrah. Keadaan
fitrah adalah kehampaan yang tak ada satupun angan-angan, mimpi yang
menyesatkan atau hayalan-hayalan dari pikirannya sendiri yang menyuruh untuk
jadi ini dan itu. Bagi bayi, pemandangan dunia itu belum terbayangkan dan belum
mengikat pikirannya sendiri. Karena itu, bayi dikatakan fitrah, yakni hampa
dari segala sesuatu yang merusak dirinya sendiri. Kondisi fitrah bagi manusia
dewasa diraih dengan cara melepaskan gambaran-gambaran dunia dalam pikirannya.
Gambaran dunia itu adalah sumber kerusakan dan kehancuran. Segala sesuatu yang
berlawanan dan bertentangan, yang memunculkan peperangan, yang memunculkan
pertikaian dan yang membuat ketidakseimbangan alam, semua bersumber dari
gambaran dunia. Karena itulah, perintah puasa diturunkan untuk membenahi segala
kerusakan yang ditimbulkan dari diri setiap orang. Jika pikiran setiap orang
berorientasi pada kemaslahatan, maka alam akan tertata dengan tertib. Keadaan
tersebut adalah kehendak Allah, bukan kehendak manusia. Karena manusia sudah
tunduk pada perintah dari alam yang lebih tinggi, yakni Allah swt.
Setiap
lebaran warung yang sangat sederhana ini setiap menjelang berbuka puasa selalu
di banjiri pembeli , Mengingat masakan beliau yang bagi Penulis Yang juga Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah
Peduli Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No 7-9 Kelurahan
Wonokusumo Kecamatan Semampir setiap Ramadhan selalu mendatangi warung yang
buka Jam 15.00 , Dimana Kadang penulis Beli KIKIL , Udang , Tahu Tempe Kerang .
Disamping Masakannya Enak Harganya Juga sangat Murah PAS Untuk Masyarakat Dalam
Kondisi COVID Seperti saat ini keuangan yang seret
#Tantangan
Guru Siana
#
dispendik Surabaya
#Guruhebat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar