“ Sahabat Yang Selalu Ada Di Saat Kita Sedang Susah “
Dahulu,
aku sering berandai-andai. Betapa hebatnya bisa memiliki karir di luar negeri!
Selain membanggakan orang tua, hal ini merupakan sebuah self-achievement yang
membuatku lebih percaya diri terhadap hidup. Dahulu, sebelum mimpi ini terwujud,
aku sudah sangat siap dengan segala hal yang harus dihadapi ketika berkarir di
luar negeri. Jauh dari keluarga dan sahabat, bertemu dengan orang-orang yang
berlainan budaya, mempelajari bahasa baru, melihat tempat-tempat baru, dan
mencicipi makanan-makanan baru. Kenyataannya, sewaktu hendak terbang
meninggalkan Indonesia, ada sedikit perasaan sesak menyeruak di dada ini. Ini
bukan hanya pergi jauh dari rumah untuk liburan ke Bali atau Jakarta seperti
yang sudah-sudah. Aku akan benar-benar meninggalkan tanah kelahiranku,
Indonesia. Karena keterbatasan biaya, orang tua tak dapat mengantarkanku hingga
Yangon. Rasa ketakutan menyeruak ketika mereka melepas kepergianku di bandara.
Aku sungguh tak tahu kapan bisa melihat wajah mereka lagi. Tapi langkahku tetap
mantap menuju counter imigrasi dan menyerahkan passport beserta boarding pass. Sesampainya
di Yangon, aku disambut baik dan hangat oleh teman-teman dari Indonesia yang
telah lebih dahulu berada di sini. Teman-teman berkebangsaan Myanmar juga tak
kalah baik dan ramah. Namun begitu, aku tetap merindukan sahabat-sahabatku yang
lama. Aku adalah orang yang terbiasa memiliki sahabat dekat sejak dulu. Aku
bukannya memilih-milih dalam berteman, tapi memang aku tidak bisa langsung
cocok dengan semua orang. Akhirnya, ada satu teman di sini yang sepertinya akan
cocok denganku. Dia orang Jawa juga, dua tahun lebih tua daripada aku, tetapi
seorang lelaki. Kami mulai sering mengobrol dan membuka diri satu sama lain.
Perlahan, semua hal tentang hidup kami yang tadinya tertutup tirai rapat, mulai
terbuka dengan sendirinya. Aku merasa dia memahamiku, aku pun mau memahaminya Apa
yang membuat kami cocok? Aku sendiri tak terlalu yakin mengapa. Tapi
sepertinya, di antara kami banyak persamaan. Baik itu sifat, hobi, kebiasaan,
bahkan hal-hal kecil seperti golongan darah, tanggal ulang tahun yang (hampir)
sama (hanya terpaut sehari), tempat duduk di kantor yang bersebelahan, single,
dan sesama orang Jawa. Aku pikir, faktor terakhir cukup penting mengingat hal
itulah yang membuat kami seolah-olah berada dalam dunia kami berdua. Karena mengobrol
bebas dalam bahasa Jawa. Setelah sekian lama, kami bertengkar. Empat hari kami
tidak saling bertegur sapa. Padahal biasanya, tak sehari pun terlewatkan untuk
tidak bersama-sama. Bagaimana tidak? Kami bekerja di tempat yang sama, tinggal
di lingkungan yang sama, terlibat dengan orang-orang dan pekerjaan yang sama.
Perasaan homesick yang sering kali datang tanpa permisi, cukup terobati karena
memiliki sahabat yang mengisi hari-hariku dengan canda, tingkah konyolnya,
keluh kesahnya, nyanyiannya, dan gerak tarinya (dia seorang guru seni, pandai
menari, dan menyanyi). Sebagai dua anak muda berlainan jenis; yang dekat; dan
kemana-mana bersama, gosip pun tak terhindarkan di sekeliling kami. Banyak yang
mengira kami memiliki hubungan spesial yang lebih dari teman. Di pertengkaran
kami yang pertama ini, dia melakukan sesuatu yang tak mengenakkan hatiku. Aku
cukup kesal padanya. Dia pun tahu aku kesal, namun diam saja. Aku menunggu kata
maaf terlontar darinya selama empat hari. Selama itu pula aku merasa sangat
sedih. Jika kamu berada jauh dari rumah, di tempat asing yang bahkan makanannya
saja kamu tak doyan, apa yang bisa lebih buruk dari teman satu-satunya
membuatmu kecewa? Aku sempat berpikir, selama ini aku salah mengira tentang
dia. Mungkin dia tak benar-benar tulus bersahabat denganku.
Kebakaran
yang menimpa Keluarga Riski Andriansyu Siswa Kelas 7 SMP PGRI 6 Surabaya
Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan Yang Terletak di Jalan Bulak Rukem III No.
7 – 9 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir Pada Hari jum’at 14/9/2019 , Membuat Iba Ibu Dra HJ WIWIK
WAHYUNINGSIH , M. M Kepala SMP 17 AGUSTUS 1945 Sekaligus Ketua MKKS SMP Swasta
Surabaya Timur , Pada Hari Selasa 17/9/2019 mengunjungi SMP PGRI 6 Surabaya ,
Kedatangan beliau ingin ketemu Riski Andriansyu Siswa Kelas 7 SMP PGRI 6
Surabaya Yang Kontrakan Beliau terbakar , Setelah Ketemu Riski Andriansyu
Ibu Dra. HJ WIWIK WAHYUNINGSIH , M. M
Menyerahkan bantuan dari SMP 17 AGUSTUS
1945 Untuk Riski Andriansyu berupa Seragam Sekolah Biru Putih , Seragam Pramuka
, Minyak , Susu Dan Gula , Serta Ada Sedikit Rezeki Untuk Keluarga Riski
Andriansyu tersebut. Ibu Dra HJ WIWIK WAHYUNINGSIH , M.M Tersebut meminta
Kepada Riski Andriansyu untuk rajin – rajin belajar , agar bisa membantu orang
tuanya kelak , sehingga dapat membanggakan Orang Tua , Serta Mengharumkan SMP
PGRI 6 Surabaya. Ibu Dra. HJ WIWIK WAHYUNINGSIH , M.M Adalah Sahabat dari Bapak
Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Bapak H. BANU ATMOKO , S.Pd , Dalam kesempatan
tersebut Bapak H. Banu Atmoko , .SPd
Atas nama Lembaga SMP PGRI 6 Surabaya menyampaikan terimakasih Kepada
Keluarga Besar SMP 17 Agustus 1945 Dan Kepada Ibu Dra. HJ WIWIK WAHYUNINGSIH , M.M Yang Sudah
sangat Peduli Kepada Siswa SMP PGRI 6 Surabaya ,Semoga Rezeki dari Ibu Dra HJ
WIWIK WAHYUNINGSIH , M. M Lancar Sukses Berkah Barokah Selamanya, Serta Semoga
SMP 17 Agustus 1945 Semakin Jaya Dan Sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar