“ SIAPKAN GENERASI EMAS 2045 Melalui Peningkatan SPMI”
Dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud
mendorong setiap satuan pendidikan untuk melaksanakan Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan (SPMI) agar dapat mencapai Standar Nasional Pendidikan (SNP). Adapun
yang menjadi payung hukumnya adalah
Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
(SPMP) Dasar dan Menengah. Pada pasal 1
ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan
Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan,
dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis,
terencana dan berkelanjutan." Lalu pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa
"Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya
disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas
kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan
yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan
menengah untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau
melampaui Standar Nasional Pendidikan." Menurut saya, agar implementasi
SPMI dapat berjalan sukses, ada 8
(delapan) kunci yang perlu dilakukan. Pertama, Sosialisasi SPMI kepada Warga
Sekolah. Hal ini bisa dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP),
Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Daerah (TPMPD), fasilitator daerah (pengawas),
kepala sekolah, atau Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS). Sekolah-sekolah
yang sibuk melakukan SPMI hanya sekolah yang berlabel sebagai "sekolah
model" SPMI saja, sedangkan sekolah-sekolah yang tidak
"bertatus" sebagai sekolah model kurang peduli melakukan SPMI. Bahkan
nama SPMI pun masih asing di telinga mereka. Oleh karena itu, sekolah-sekolah
yang belum mengenal SPMI harus mendapatkan sosialisasi. Bentuk sosialisasi
antara lain dalam bentuk tatap muka seperti seminar, In House Training (IHT),
Workshop, atau penyebaran informasi baik secara tertulis maupun melalui media
audio visual melalui media sosial. Sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai
sekolah model pun memiliki lima sekolah imbas agar "virus" penjaminan mutu dapat semakin banyak
menyebar. Adanya program pengimbasan disamping dapat mempercepat dan memperluas
implementasi SPMI, juga dapat membantu peran pemerintah dalam menyosialisasikan
SPMI. Ruang lingkup sosialisasi antara lain; latar belakang, tujuan, sasaran,
hasil yang diharapkan, mekanisme, siklus dan tahapan SPMI, dan sebagainya disesuaikan
dengan kebutuhan. Kedua, kepemimpinan kepala sekolah yang kuat. Maksud kuat
disini bukan otoriter, tapi kuat dari sisi visi, kompetensi, dan komitmennya
dalam mengimplementasikan SPMI. Kepala Sekolah merupakan pemimpin sekaligus
lokomotif perubahan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dalam konteks
implementasi SPMI, kepala sekolah diharapkan menjadi penggerak utama,
mendorong, memotivasi, bahkan memberikan contoh kepada semua pendidik dan
tenaga kependidikan. Dengan kewenangan yang dimilikinya, kepala sekolah dapat
mengomandoi pembentukan TPMPS, menyusun tupoksi dari TPMPS, menyusun komitmen
semua warga sekolah dalam melaksanakan SPMI, memberikan pembinaan, arahan, dan
pengawasan agar SPMI dapat berjalan dengan baik. Walau demikian, kepala sekolah
tentunya tidak one man show, tetapi memberdayakan semua sumber daya manusia
yang ada di sekolah. Kepala sekolah juga perlu mewujudkan dirinya sebagai
pemelajar agar kompeten dan menguasai seputar masalah SPMI, karena sebagai
pemimpin, dia wajib memberikan arahan dan bimbingan seputar implementasi
SPMI. Dia pun perlu mendengarkan
berbagai aspirasi dan harapan dari para stafnya berkaitan dengan berbagai
program yang perlu dilakukan untuk menyukseskan SPMI, karena kesuksesan SPMI
tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi memerlukan team work. Dengan kata lain,
kepemimpinan transformatif dan manajemen perubahan harus diwujudkan oleh kepala
sekolah jika SPMI ingin sukses diimplementasikan. Ketiga, perubahan paradigma
warga sekolah. Pelaksanaan SPMI memerlukan perubahan paradigm semua warga
sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, staf administrasi, hingga petugas
lapangan. Jika selama ini sulit berubah, karena sudah berada di zona nyaman,
maka mind set tersebut perlu diubah secara bertahap. Tantangan dunia pendidikan
yang semakin kompleks dan dinamis perlu dijawab dengan peningkatan kualitas
satuan pendidikan. Apalagi Indonesia saat ini dihadapkan pada misi besar menyiapkan
generasi emas tahun 2045. Warga sekolah yang kurang peduli terhadap budaya mutu
perlu dirangkul dan diajak untuk mulai peduli dan berpartisipasi dalam
implementasi SPMI. Hal ini tentunya bukan hal yang mudah. Kepala sekolah atau
TPMPS akan dihadapan pada sikap apatis atau sikap acuh tak acuh terhadap program
yang dilaksanakan oleh sekolah. Mungkin saja ada yang beranggapan bahwa SPMI
hanya menjadi beban baru bagi mereka yang merasa sudah dibebani oleh beragam
administrasi sekolah. Perlu ditegaskan bahwa SPMI bukanlah tumpukan
administrasi, tetapi pola pikir, saling keterkaitan dan kesatuan dari beragam
elemen pendukung peningkatan mutu dalam rangka mencapai SNP. Adapun tumpukan
administrasi merupakan pedoman, Prosedur
Operasional Standar (POS), bukti fisik, atau dokumentasi dari program atau
kegiatan yang telah dilakukan. Warga sekolah yang belum paham dan sadar
terhadap pentingnya penjaminan mutu perlu terus dibina dan diberikan pemahaman.
SPMI bukan beban tetapi sebuah proses untuk membantu sekolah meningkatkan
mutunya secara bertahap dan berkelanjutan. SPMI bukan hanya sekedar menjalankan
kebijakan pemerintah atau perintah atasan, tetapi menjadi sebuah kebutuhan bagi
sekolah untuk mencapai SNP. Keempat, komitmen dari TPMPS dan warga sekolah.
Komitmen mudah diucapkan, tetapi kadang sulit untuk diucapkan. Komitmen muncul
dari kepedulian, tanggung jawab, dan rasa memiliki. Komitmen juga muncul dari
rasa ikut dilibatkan dalam sebuah program atau kegiatan. Oleh karena itu, kepala sekolah harus
melibatkan semua pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan yang
dipimpinnya. Komitmen juga dibangun dari keteladanan kepala sekolah, karena
jika kepala sekolahnya kurang berkomitmen dalam mengimplementasikan SPMI,
bagaimana dengan para guru stafnya? Hampir dipastikan komitmen mereka pun akan
rendah. Biasanya sekolah membuat spanduk yang berisi komitmen untuk
mengimplementasikan SPMI dan ditandatangani oleh semua warga sekolah, tetapi
hal itu belum cukup. Komitmen bukan hanya tertera pada untaian kata-kata indah
yang ada pada spanduk, tetapi yang lebih penting adalah pada sejauhmana pada
pelaksanaannya dan disertai dengan bukti-bukti pendukungnya. Dalam
perjalanannya, komitmen bisa naik dan bisa turun. Tergantung situasi dan
kondisi. Di awal-awal implementasi SPMI, komitmennya biasanya tinggi. Semangat
ber-SPMI menggema, SPMI menjadi euforia. Setelah komitmen terbentuk, maka yang
diperlukan adalah "merawat" komitmen tersebut. Dan hal tersebut tidak
mudah. Perlu keseriusan dari kepala sekolah dan TPMPS. Sikap saling
mengingatkan diperlukan untuk "merawat" komitmen tersebut. Sekolah
biasanya memiliki grup WA sebagai sarana penyebaran informasi dan komunikasi
termasuk yang berkaitan dengan SPMI. Cara "merawat" komitmen tidak
harus selalu dilakukan dengan cara yang formil, satu arah, dan kaku, tetapi
bisa dilakukan melaui cara yang santai tetapi serius seperti melalui acara
ngopi bareng, makan bersama, piknik, atau acara capacity building bagi semua
warga sekolah. Kelima, berjiwa pemelajar. Agar SPMI bisa dipahami dengan baik,
maka semua warga sekolah harus mau menjadi pemelajar atau harus literat. Mereka
harus mau membaca berbagai perangkat perundang-undangan yang berkaitan dengan 8
(delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP), petunjuk implementasi SPMI, siklus
dan tahapan SPMI, format-format yang diperlukan dalam implementasi SPMI, dan
sebagainya. Sekolah dapat memfasilitasi atau menyediakan berbagai sumber
informasi yang diperlukan, mencetaknya, atau menyebarkannya melalui e-mail atau
grup WA. Selain itu, juga bisa melalui diskusi yang diselenggarakan oleh TPMPS,
atau melakukan studi banding ke sekolah lain yang telah "mapan" dalam
mengimplementasikan SPMI. Keenam, memahami setiap tahapan SPMI. Hal ini pada
dasarnya dengan jiwa pemelajar dan tingkat literasi warga sekolah dalam
mengimplementasikan SPMI, hanya lebih teknis. Siklus SPMI terdiri dari lima
tahap, yaitu: (1) pemetaan mutu, (2) penyusunan rencana pemenuhan mutu, (3)
pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) monitoring dan evaluasi, dan (5) penyusunan
strategi pemenuhan mutu baru. Setiap tahapan tersebut perlu dipahami dengan
baik oleh TPMPS. Pemetaan mutu bisa dalam bentuk pengisian intrumen Evaluasi
Diri Sekolah (EDS) atau pengisian instrumen Pemetaan Mutu Pendidikan (PMP).
Rencana pemenuhan mutu mengacu kepada hasil pemetaan mutu dan menganut skala
prioritas, lalu dimasukkan ke dalam program sekolah jangka pendek, jangka
menengah, jangka panjang, Rencana Kerja Tahunan (RKT), Rencana Kerja Sekolah
(RKS), dan Rencana Kerja dan Anggaran
Sekolah (RKAS).
Dalam
menyiapkan Sekolah Unggul Dan Generasi Emas , SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah
Peduli Berbudaya Lingkungan Yang Terletak Di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan
Wonokusumo Kecamatan Semampir , Pada
Hari Sabtu 21/9/2019 Mengikuti kegiatan Workhsop SPMI Tahun 2019 Yang Di
adakan di SMP ISLAM AL AZHAR 13 Surabaya, Dalam kesempatan tersebut SMP PGRI 6
Surabaya menjadi Sekolah Imbas Model
dari SMP NEGERI 29 Surabaya bersama dengan SMP NEGERI 30 , SMP NEGERI 45 , SMP
ISLAM AL AZHAR 13, SMP NEGERI 49 Surabaya, Dalam Kesempatan tersebut di damping
Fasilitator Daerah yaitu Bapak Drs. ADJI
SUHARKO , M.Pd Di dampingi Oleh Drs.
SUGENG JOKO WARSITO , M.Pd, Dalam Kesempatan tersebut Bapak Drs. ADJI SUHARKO ,
M.Pd Meminta kepada Sekolah Imbas untuk
melakukan Presentasi Kegiatan SPMI Tersebut , Dalam Kesempatan Ini SMP PGRI 6
Surabaya Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan mempresentasikan Tentang kegiatan
Pelatihan Media Pembelajaran Dengan Sumber Belajar Kemdikbud yang sudah
dilaksanakan Di SMP PGRI 6 Surabaya (16/9/2019 ) di ikuti Sebanyak 13 Guru.
Dalam Kesempatan ini Tim Penjamin Mutu dari SMP PGRI 6 Surabaya adalah Bapak Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Bapak H.
BANU ATMOKO , .SPd , Ibu DINA AYU SEPTYARINI , S.Pd Serta Ibu YENI EKA PRAWISTA
, .SPd. Menurut Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Bapak H. BANU ATMOKO , S.Pd bahwa
beliau berharap agar dari Hasil Rapot
Mutu di SMP PGRI 6 Surabaya dapat di ketahui Brand yang Layak di Jual Kepada
masyarakat , Serta Dalam hal ini Juga Mempersiapkan Tahun 2045 Menjadi Tahun
Generasi Emas .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar