Sabtu, 21 September 2019

“ SIAPKAN GENERASI EMAS 2045 Melalui Peningkatan SPMI”














“ SIAPKAN GENERASI EMAS 2045 Melalui Peningkatan SPMI”
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud mendorong setiap satuan pendidikan untuk melaksanakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMI) agar dapat mencapai Standar Nasional Pendidikan (SNP). Adapun yang menjadi payung hukumnya  adalah Permendikbud Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan Menengah.  Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan." Lalu pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk menjamin terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan." Menurut saya, agar implementasi SPMI dapat berjalan sukses, ada  8 (delapan) kunci yang perlu dilakukan. Pertama, Sosialisasi SPMI kepada Warga Sekolah. Hal ini bisa dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Daerah (TPMPD), fasilitator daerah (pengawas), kepala sekolah, atau Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS). Sekolah-sekolah yang sibuk melakukan SPMI hanya sekolah yang berlabel sebagai "sekolah model" SPMI saja, sedangkan sekolah-sekolah yang tidak "bertatus" sebagai sekolah model kurang peduli melakukan SPMI. Bahkan nama SPMI pun masih asing di telinga mereka. Oleh karena itu, sekolah-sekolah yang belum mengenal SPMI harus mendapatkan sosialisasi. Bentuk sosialisasi antara lain dalam bentuk tatap muka seperti seminar, In House Training (IHT), Workshop, atau penyebaran informasi baik secara tertulis maupun melalui media audio visual melalui media sosial. Sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai sekolah model pun memiliki lima sekolah imbas agar "virus"  penjaminan mutu dapat semakin banyak menyebar. Adanya program pengimbasan disamping dapat mempercepat dan memperluas implementasi SPMI, juga dapat membantu peran pemerintah dalam menyosialisasikan SPMI. Ruang lingkup sosialisasi antara lain; latar belakang, tujuan, sasaran, hasil yang diharapkan, mekanisme, siklus dan tahapan SPMI, dan sebagainya disesuaikan dengan kebutuhan. Kedua, kepemimpinan kepala sekolah yang kuat. Maksud kuat disini bukan otoriter, tapi kuat dari sisi visi, kompetensi, dan komitmennya dalam mengimplementasikan SPMI. Kepala Sekolah merupakan pemimpin sekaligus lokomotif perubahan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dalam konteks implementasi SPMI, kepala sekolah diharapkan menjadi penggerak utama, mendorong, memotivasi, bahkan memberikan contoh kepada semua pendidik dan tenaga kependidikan. Dengan kewenangan yang dimilikinya, kepala sekolah dapat mengomandoi pembentukan TPMPS, menyusun tupoksi dari TPMPS, menyusun komitmen semua warga sekolah dalam melaksanakan SPMI, memberikan pembinaan, arahan, dan pengawasan agar SPMI dapat berjalan dengan baik. Walau demikian, kepala sekolah tentunya tidak one man show, tetapi memberdayakan semua sumber daya manusia yang ada di sekolah. Kepala sekolah juga perlu mewujudkan dirinya sebagai pemelajar agar kompeten dan menguasai seputar masalah SPMI, karena sebagai pemimpin, dia wajib memberikan arahan dan bimbingan seputar implementasi SPMI.  Dia pun perlu mendengarkan berbagai aspirasi dan harapan dari para stafnya berkaitan dengan berbagai program yang perlu dilakukan untuk menyukseskan SPMI, karena kesuksesan SPMI tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi memerlukan team work. Dengan kata lain, kepemimpinan transformatif dan manajemen perubahan harus diwujudkan oleh kepala sekolah jika SPMI ingin sukses diimplementasikan. Ketiga, perubahan paradigma warga sekolah. Pelaksanaan SPMI memerlukan perubahan paradigm semua warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, staf administrasi, hingga petugas lapangan. Jika selama ini sulit berubah, karena sudah berada di zona nyaman, maka mind set tersebut perlu diubah secara bertahap. Tantangan dunia pendidikan yang semakin kompleks dan dinamis perlu dijawab dengan peningkatan kualitas satuan pendidikan. Apalagi Indonesia saat ini dihadapkan pada misi besar menyiapkan generasi emas tahun 2045. Warga sekolah yang kurang peduli terhadap budaya mutu perlu dirangkul dan diajak untuk mulai peduli dan berpartisipasi dalam implementasi SPMI. Hal ini tentunya bukan hal yang mudah. Kepala sekolah atau TPMPS akan dihadapan pada sikap apatis atau sikap acuh tak acuh terhadap program yang dilaksanakan oleh sekolah. Mungkin saja ada yang beranggapan bahwa SPMI hanya menjadi beban baru bagi mereka yang merasa sudah dibebani oleh beragam administrasi sekolah. Perlu ditegaskan bahwa SPMI bukanlah tumpukan administrasi, tetapi pola pikir, saling keterkaitan dan kesatuan dari beragam elemen pendukung peningkatan mutu dalam rangka mencapai SNP. Adapun tumpukan administrasi merupakan  pedoman, Prosedur Operasional Standar (POS), bukti fisik, atau dokumentasi dari program atau kegiatan yang telah dilakukan. Warga sekolah yang belum paham dan sadar terhadap pentingnya penjaminan mutu perlu terus dibina dan diberikan pemahaman. SPMI bukan beban tetapi sebuah proses untuk membantu sekolah meningkatkan mutunya secara bertahap dan berkelanjutan. SPMI bukan hanya sekedar menjalankan kebijakan pemerintah atau perintah atasan, tetapi menjadi sebuah kebutuhan bagi sekolah untuk mencapai SNP. Keempat, komitmen dari TPMPS dan warga sekolah. Komitmen mudah diucapkan, tetapi kadang sulit untuk diucapkan. Komitmen muncul dari kepedulian, tanggung jawab, dan rasa memiliki. Komitmen juga muncul dari rasa ikut dilibatkan dalam sebuah program atau kegiatan.  Oleh karena itu, kepala sekolah harus melibatkan semua pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Komitmen juga dibangun dari keteladanan kepala sekolah, karena jika kepala sekolahnya kurang berkomitmen dalam mengimplementasikan SPMI, bagaimana dengan para guru stafnya? Hampir dipastikan komitmen mereka pun akan rendah. Biasanya sekolah membuat spanduk yang berisi komitmen untuk mengimplementasikan SPMI dan ditandatangani oleh semua warga sekolah, tetapi hal itu belum cukup. Komitmen bukan hanya tertera pada untaian kata-kata indah yang ada pada spanduk, tetapi yang lebih penting adalah pada sejauhmana pada pelaksanaannya dan disertai dengan bukti-bukti pendukungnya. Dalam perjalanannya, komitmen bisa naik dan bisa turun. Tergantung situasi dan kondisi. Di awal-awal implementasi SPMI, komitmennya biasanya tinggi. Semangat ber-SPMI menggema, SPMI menjadi euforia.  Setelah komitmen terbentuk, maka yang diperlukan adalah "merawat" komitmen tersebut. Dan hal tersebut tidak mudah. Perlu keseriusan dari kepala sekolah dan TPMPS. Sikap saling mengingatkan diperlukan untuk "merawat" komitmen tersebut. Sekolah biasanya memiliki grup WA sebagai sarana penyebaran informasi dan komunikasi termasuk yang berkaitan dengan SPMI. Cara "merawat" komitmen tidak harus selalu dilakukan dengan cara yang formil, satu arah, dan kaku, tetapi bisa dilakukan melaui cara yang santai tetapi serius seperti melalui acara ngopi bareng, makan bersama, piknik, atau acara capacity building bagi semua warga sekolah. Kelima, berjiwa pemelajar. Agar SPMI bisa dipahami dengan baik, maka semua warga sekolah harus mau menjadi pemelajar atau harus literat. Mereka harus mau membaca berbagai perangkat perundang-undangan yang berkaitan dengan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP), petunjuk implementasi SPMI, siklus dan tahapan SPMI, format-format yang diperlukan dalam implementasi SPMI, dan sebagainya. Sekolah dapat memfasilitasi atau menyediakan berbagai sumber informasi yang diperlukan, mencetaknya, atau menyebarkannya melalui e-mail atau grup WA. Selain itu, juga bisa melalui diskusi yang diselenggarakan oleh TPMPS, atau melakukan studi banding ke sekolah lain yang telah "mapan" dalam mengimplementasikan SPMI. Keenam, memahami setiap tahapan SPMI. Hal ini pada dasarnya dengan jiwa pemelajar dan tingkat literasi warga sekolah dalam mengimplementasikan SPMI, hanya lebih teknis. Siklus SPMI terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) pemetaan mutu, (2) penyusunan rencana pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4) monitoring dan evaluasi, dan (5) penyusunan strategi pemenuhan mutu baru. Setiap tahapan tersebut perlu dipahami dengan baik oleh TPMPS. Pemetaan mutu bisa dalam bentuk pengisian intrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) atau pengisian instrumen Pemetaan Mutu Pendidikan (PMP). Rencana pemenuhan mutu mengacu kepada hasil pemetaan mutu dan menganut skala prioritas, lalu dimasukkan ke dalam program sekolah jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang, Rencana Kerja Tahunan (RKT), Rencana Kerja Sekolah (RKS), dan Rencana Kerja dan Anggaran  Sekolah (RKAS).
Dalam menyiapkan Sekolah Unggul Dan Generasi Emas , SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan Yang Terletak Di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir , Pada  Hari Sabtu 21/9/2019 Mengikuti kegiatan Workhsop SPMI Tahun 2019 Yang Di adakan di SMP ISLAM AL AZHAR 13 Surabaya, Dalam kesempatan tersebut SMP PGRI 6 Surabaya  menjadi Sekolah Imbas Model dari SMP NEGERI 29 Surabaya bersama dengan SMP NEGERI 30 , SMP NEGERI 45 , SMP ISLAM AL AZHAR 13, SMP NEGERI 49 Surabaya, Dalam Kesempatan tersebut di damping Fasilitator Daerah yaitu  Bapak Drs. ADJI SUHARKO , M.Pd Di dampingi Oleh  Drs. SUGENG JOKO WARSITO , M.Pd, Dalam Kesempatan tersebut Bapak Drs. ADJI SUHARKO , M.Pd   Meminta kepada Sekolah Imbas untuk melakukan Presentasi Kegiatan SPMI Tersebut , Dalam Kesempatan Ini SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan mempresentasikan Tentang kegiatan Pelatihan Media Pembelajaran Dengan Sumber Belajar Kemdikbud yang sudah dilaksanakan Di SMP PGRI 6 Surabaya (16/9/2019 ) di ikuti Sebanyak 13 Guru. Dalam Kesempatan ini Tim Penjamin Mutu dari SMP PGRI 6 Surabaya adalah  Bapak Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Bapak H. BANU ATMOKO , .SPd , Ibu DINA AYU SEPTYARINI , S.Pd Serta Ibu YENI EKA PRAWISTA , .SPd. Menurut Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Bapak H. BANU ATMOKO , S.Pd bahwa beliau berharap  agar dari Hasil Rapot Mutu di SMP PGRI 6 Surabaya dapat di ketahui Brand yang Layak di Jual Kepada masyarakat , Serta Dalam hal ini Juga Mempersiapkan Tahun 2045 Menjadi Tahun Generasi Emas .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar