Sabtu, 21 April 2018

“ Peringatan Hari Kartini Sambil Pemantaban UNBK “


“ Peringatan Hari Kartini Sambil Pemantaban UNBK “
Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir. Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit.Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja. Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Surat Kartini - Rosa Abendanon (fragmen)
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda. Oleh orangtuanya, Kartini dijodohkan dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah

































bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
SMP PGRI 6 Surabaya adalah Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo kecamatan semampir Pada Hari Sabtu 21 /4/2018 Memperingati Hari Kartini Seperti sekolah sekolah yang lain. Kegiatan Kartini di SMP PGRI 6 Surabaya adalah Upacara Bendera Dimana yang menjadi Pembina Upacara Peringatan Hari Kartini adalah Ibu Ratih Sari Wijaya , S.Pd , Dalam Kesempatan tersebut juga di berikan Hadiah kepada Siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Kostum Terbaik. Selesai Upacara  seluruh Siswa SMP PGRI 6 Surabaya Melaksanakan kegiatan Kirab Drumband Keliling Dari Wonosari Mulyo- Wonosari Wetan- Wonosari Lor Baru – Bulak Sari- Bulak Jaya Serta Kembali Ke SMP PGRI 6 Surabaya Bulak Rukem , Selisai Kirab Drumband dan Upacara Peringatan Hari Kartini Seluruh siswa SMP PGRI 6 Surabaya Kelas 9 Masuk Ke dalam Kelas Untuk Mengikuti Pemantaban UNBK Tahun Pelajaran 2017 – 2018 Di damping Oleh Ibu Diar Rahmawati , .SPd . Menurut Banu Atmoko , .S.Pd bahwa Tujuan dari kegiatan Ini adalah Untuk Menumbuhkan karakter Cinta Dan Peduli Terhadap Pahlawan , Sehingga Diharapkan Seluruh siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya bisa mengikuti dan menghargai para Pahlawan, Serta Untuk Kegiatan Pemanataban Semoga anak Didik Kelas 9 Siap Menghadapi UNBK Menurut Putri Puji Rahayu Siswa Kelas 9 Berharap dengan Kegiatan Pemantaban tersebut Seluruh Siswa SMP PGRI 6 Surabaya Lulus Dengan Nilai UNBK Terbaik Serta Dapat Di Terima Di SMA / SMK Negeri Favorit , Sehingga dapat membanggakan dan mengharumkan nama SMP PGRI 6 Surabaya Tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar