Senin, 01 April 2019

“ 30 Menit Kegiatan Literasi Al Qur’an Sebelum Kegiatan Belajar Mengajar”











“ 30 Menit  Kegiatan Literasi Al Qur’an Sebelum Kegiatan Belajar Mengajar”
Jauh sebelum orang mengenal literasi masa kini, seperti akses, baca, tulis, dan sebarkan, baik dengan cara manual maupun pakai alat teknologi canggih, Islam telah terlebih dahulu mensyariatkannya, yaitu literasi Alquran bagi penganutnya. Paragraf pertama dengan topik perintah membaca, yaitu iqra (bacalah) merupakan bukti otentik bahwa dalam Islam persoalan literasi bukanlah hal yang baru dan sepele. Segala nash dalam beragama lengkap tersedia dalam Alquran. Dengan perkataan lain, boleh dikatakan bahwa Alquran merupakan undang-undang dasar-Nya Allah (qalamumullah) bagi manusia sebagai pedoman hidup menuju cita-cita mulia, yakni hidup sejahtera dalam keridaan, mati bahagia dalam memuliaan, dan bangkit sentosa dalam surga keabadian. Mengingat akan urgennya fungsi dan makna Alquran, tidak tanggung-tanggung, Allah memberikan penghargaan yang luar biasa bagi orang-orang yang gemar berliterasi Alquran, seperti belajar membacanya (tafakur), membaca-bacanya (tadarus/mudarasah) mengkajinya (tadabur), dan mengamalkannya. Semua segmen proses yang kita lakukan terhadap Alquran dibalas Allah dengan pahala yang berlipat ganda, apalagi bila hal itu kita lakukan dalam bulan Ramadan. Satu huruf saja kita membacanya, meskipun tidak mengetahui arti dan maknanya, Allah mengganjar dengan minimal sepuluh kebaikan, apalagi kalau berayat-ayat, berkalimat-kalimat, dan bersurat-surat secara berulang-ulang. Sama seperti literasi pada umumnya, literasi Alquran juga merupakan literasi berbasis skil atau keterampilan, bukan hobi atau minat atau bakat. Untuk terampil membacanya dibutuhkan tekat yang kuat dan semangat yang tinggi. Latihan-latihan yang intensif secara kontinu atau pengajian-pengajian atau workshop khusus perlu digalakkan. Begitu juga untuk dapat memahaminya, sangat dibutuhkan ketekunan dan kesungguhan dalam menelaah atau mengkajinya melalui terjemahan dan tafsir-tafsirnya. Selain itu, demi mengamalkannya secara kafah dibutuhkan keyakinan dan kemauan yang kuat melalui penjelasan dan tuntunan para ulama. Berkaitan dengan hal itu, ada empat kriteria indikator terampil dalam membaca Alquran, yaitu makhraj (makhrajal huruf), fasahah, qiraah, dan lagu atau irama. Makhraj berkaitan dengan kebenaran pengucapan, fasahah berhubungan dengan kefasihan pelafalan, qiraah berkenaan dengan cara atau teknik pembacaaan, dan lagu atau irama berkenaan dengan kebagusan pembacaan atau seni membacakan. Yang sering menjadi persoalan adalah hal yang terkait dengan makhraj. Makhraj berkaitan dengan pengartikulasian secara benar bunyi-bunyi yang dicetuskan sesuai dengan tempat keluarnya suara (alat ucap). Dalam hal ini, bila tidak benar-benar terampil, banyak pembaca Alquran yang terjebak, dan ini sangat fatal. Memang membaca Alquran, apalagi hafal 30 juz tidak wajib ain, tetapi mampu membaca surat al-fatihah dengan benar adalah fardhu ain karena hal itu merupakan satu Rukun Shalat. Dalam konteks Indonesia atau Aceh, pembaca Alquran sering mengabaikan fonem-fonem atau bunyi-bunyi yang berdekatan. Fonem-fonem atau bunyi-bunyi yang berdasarkan artikulatornya berbeda itu diartikulasikan atau direalisasikan sama. Hal seperti itu tidak ada masalah dalam bahasa Indonesia atau bahasa Aceh atau bahasa lainnya, tetapi merupakan hal yang fatal dalam lafal Arab. Misalnya, qalbi dan kalbi; bergeser sedikit fonem menyebabkan perubahan makna dari ‘hati’ menjadi ‘anjing’; qul dan kul; bergeser sedikit fonem menyebabkan perubahan makna dari ‘katakanlah’ menjadi ‘makanlah’. Terkait dengan persoalan di atas, kini banyak generasi muda kita yang belum mampu membaca Alquran dengan benar. Bacaannya masih patah patèe alias amburadul, atau masih lagèe kameng jak ateuh batèe (seperti kambing berjalan di atas batu). Padahal dibandingkan dengan orang lain di dunia, karakter artikulator orang Aceh lebih tepat, fasih, dan merdu dalam mengartikulasikan lafal Alquran. Realitas ini sungguh ironis bagi generasi yang tumbuh di negeri syariat. Tak sanggup kita bayangkan apa yang terjadi dengan generasi beberapa tahun ke depan. Yang pasti mereka terus dikacaukan dan dikontaminasikan dengan berbagai pengaruh global yang kian sulit dibendung.
Dalam Melakukan Gerakan Literasi  di Sekolah , Tidak hanya Literasi Membaca Di Perpustakaan , Tetapi SMP  PGRI 6 Surabaya Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan yang terletak  di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir , Pada hari Selasa 2/4/2019 , Sebelum memulai Pelajaran di pagi hari , seluruh siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Pukul 06.25 Kumpul di lapangan Sekolah untuk melakukan kegiatan Literasi AL Qur’an Yaitu Membaca Juz Amma , Kegiatan Literasi AL- Qur’an tersebut sudah berlangsung sejak 1 tahun yang lalu . Dalam Kesempatan  tersebut Yang Memimpin Kegiatan Literasi Digital Adalah Zahrotul Fitria Dan Safinatun Najjah Siswa Kelas 9. Dalam kesempatan tersebut Surat Yang Di Baca Adalah AL-FATEHAH Sampai Surat AT- TIN Dilanjutkan membaca ASMAUL Husnah. Menurut Banu Atmoko , S.Pd Kepala SMP PGRI 6 Surabaya bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah mengenalkan Bacaan Al qur’an Kepada Seluruh Siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS  “ AL-IKHLAS Surabaya , Kegiatan tersebut berlangsung 30 Menit Sebelum kegiatan belajar mengajar di mulai , Kepala Sekolah Kelahiran APRIL  Berharap agar seluruh siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya Pandai IPTEKS Dan Pandai IMTAQ Nya , Sehingga Mampu Berprestasi dan Berkarya







Tidak ada komentar:

Posting Komentar