“ 30 Menit Kegiatan Literasi Al Qur’an Sebelum Kegiatan
Belajar Mengajar”
Jauh
sebelum orang mengenal literasi masa kini, seperti akses, baca, tulis, dan
sebarkan, baik dengan cara manual maupun pakai alat teknologi canggih, Islam
telah terlebih dahulu mensyariatkannya, yaitu literasi Alquran bagi
penganutnya. Paragraf pertama dengan topik perintah membaca, yaitu iqra
(bacalah) merupakan bukti otentik bahwa dalam Islam persoalan literasi bukanlah
hal yang baru dan sepele. Segala nash dalam beragama lengkap tersedia dalam
Alquran. Dengan perkataan lain, boleh dikatakan bahwa Alquran merupakan
undang-undang dasar-Nya Allah (qalamumullah) bagi manusia sebagai pedoman hidup
menuju cita-cita mulia, yakni hidup sejahtera dalam keridaan, mati bahagia
dalam memuliaan, dan bangkit sentosa dalam surga keabadian. Mengingat akan
urgennya fungsi dan makna Alquran, tidak tanggung-tanggung, Allah memberikan
penghargaan yang luar biasa bagi orang-orang yang gemar berliterasi Alquran,
seperti belajar membacanya (tafakur), membaca-bacanya (tadarus/mudarasah)
mengkajinya (tadabur), dan mengamalkannya. Semua segmen proses yang kita
lakukan terhadap Alquran dibalas Allah dengan pahala yang berlipat ganda,
apalagi bila hal itu kita lakukan dalam bulan Ramadan. Satu huruf saja kita
membacanya, meskipun tidak mengetahui arti dan maknanya, Allah mengganjar
dengan minimal sepuluh kebaikan, apalagi kalau berayat-ayat,
berkalimat-kalimat, dan bersurat-surat secara berulang-ulang. Sama seperti
literasi pada umumnya, literasi Alquran juga merupakan literasi berbasis skil
atau keterampilan, bukan hobi atau minat atau bakat. Untuk terampil membacanya
dibutuhkan tekat yang kuat dan semangat yang tinggi. Latihan-latihan yang
intensif secara kontinu atau pengajian-pengajian atau workshop khusus perlu
digalakkan. Begitu juga untuk dapat memahaminya, sangat dibutuhkan ketekunan
dan kesungguhan dalam menelaah atau mengkajinya melalui terjemahan dan
tafsir-tafsirnya. Selain itu, demi mengamalkannya secara kafah dibutuhkan
keyakinan dan kemauan yang kuat melalui penjelasan dan tuntunan para ulama. Berkaitan
dengan hal itu, ada empat kriteria indikator terampil dalam membaca Alquran,
yaitu makhraj (makhrajal huruf), fasahah, qiraah, dan lagu atau irama. Makhraj
berkaitan dengan kebenaran pengucapan, fasahah berhubungan dengan kefasihan
pelafalan, qiraah berkenaan dengan cara atau teknik pembacaaan, dan lagu atau
irama berkenaan dengan kebagusan pembacaan atau seni membacakan. Yang sering
menjadi persoalan adalah hal yang terkait dengan makhraj. Makhraj berkaitan
dengan pengartikulasian secara benar bunyi-bunyi yang dicetuskan sesuai dengan
tempat keluarnya suara (alat ucap). Dalam hal ini, bila tidak benar-benar
terampil, banyak pembaca Alquran yang terjebak, dan ini sangat fatal. Memang
membaca Alquran, apalagi hafal 30 juz tidak wajib ain, tetapi mampu membaca
surat al-fatihah dengan benar adalah fardhu ain karena hal itu merupakan satu
Rukun Shalat. Dalam konteks Indonesia atau Aceh, pembaca Alquran sering
mengabaikan fonem-fonem atau bunyi-bunyi yang berdekatan. Fonem-fonem atau
bunyi-bunyi yang berdasarkan artikulatornya berbeda itu diartikulasikan atau
direalisasikan sama. Hal seperti itu tidak ada masalah dalam bahasa Indonesia
atau bahasa Aceh atau bahasa lainnya, tetapi merupakan hal yang fatal dalam
lafal Arab. Misalnya, qalbi dan kalbi; bergeser sedikit fonem menyebabkan
perubahan makna dari ‘hati’ menjadi ‘anjing’; qul dan kul; bergeser sedikit
fonem menyebabkan perubahan makna dari ‘katakanlah’ menjadi ‘makanlah’. Terkait
dengan persoalan di atas, kini banyak generasi muda kita yang belum mampu
membaca Alquran dengan benar. Bacaannya masih patah patèe alias amburadul, atau
masih lagèe kameng jak ateuh batèe (seperti kambing berjalan di atas batu).
Padahal dibandingkan dengan orang lain di dunia, karakter artikulator orang
Aceh lebih tepat, fasih, dan merdu dalam mengartikulasikan lafal Alquran.
Realitas ini sungguh ironis bagi generasi yang tumbuh di negeri syariat. Tak
sanggup kita bayangkan apa yang terjadi dengan generasi beberapa tahun ke
depan. Yang pasti mereka terus dikacaukan dan dikontaminasikan dengan berbagai
pengaruh global yang kian sulit dibendung.
Dalam
Melakukan Gerakan Literasi di Sekolah ,
Tidak hanya Literasi Membaca Di Perpustakaan , Tetapi SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah Peduli dan Berbudaya
Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak
Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir , Pada hari Selasa
2/4/2019 , Sebelum memulai Pelajaran di pagi hari , seluruh siswa / siswi SMP
PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Pukul 06.25 Kumpul di lapangan Sekolah
untuk melakukan kegiatan Literasi AL Qur’an Yaitu Membaca Juz Amma , Kegiatan
Literasi AL- Qur’an tersebut sudah berlangsung sejak 1 tahun yang lalu . Dalam
Kesempatan tersebut Yang Memimpin
Kegiatan Literasi Digital Adalah Zahrotul Fitria Dan Safinatun Najjah Siswa
Kelas 9. Dalam kesempatan tersebut Surat Yang Di Baca Adalah AL-FATEHAH Sampai
Surat AT- TIN Dilanjutkan membaca ASMAUL Husnah. Menurut Banu Atmoko , S.Pd
Kepala SMP PGRI 6 Surabaya bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah mengenalkan
Bacaan Al qur’an Kepada Seluruh Siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya , Kegiatan tersebut
berlangsung 30 Menit Sebelum kegiatan belajar mengajar di mulai , Kepala
Sekolah Kelahiran APRIL Berharap agar
seluruh siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya Pandai IPTEKS Dan Pandai IMTAQ Nya ,
Sehingga Mampu Berprestasi dan Berkarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar