“
Menjadikan Sekolah Bermutu Dan Bermartabat Melalui Sekolah Model “
Sekolah model adalah
sekolah binaan LPMP yang menerapkan sistem penjaminan mutu internal (SPMI).
Sekolah ini merupakan sekolah proyek nasional. Meskipun demikian, sekolah model
ini tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu. Karena peningkatan mutu sekolah perlu
terus diupayakan dan berkelanjutan dan mutu menjadi kebutuhan kapanpun,
dimanapun dan dengan siapapun. Sekolah model ini pada tahun 2017 telah memasuki
tahun ke 2. Tahun pertama hanya 5 sekolah tiap kab/kota yang terwakili dari
semua jenjang. Tahun ini jumlah sekolahnya ditambah menjadi 16 sekolah per
kab/kota. Selama pembinaan yang dilakukan oleh LPMP dan pendampingan dari
pengawas pembinanya sekolah ini mendapatkan bantuan materil dan immateril
selama proses pelaksanaanya. Kewajiban sekolah untuk melakukan penjaminan mutu
itu sebenarnya sudah tertuang sejak tahun 2005, yakni pada PP 19 tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan. Artinya sudah sekitar 12 tahun sampai saat
ini tahun 2017 masih banyak sekolah yang masih belum memahami pelaksanaan
proses penjaminan mutu dan kesulitan melakukan penjaminan mutu. Berdasarkan
kondisi tersebut pemerintah dalam hal ini Kemdikbud mengeluarkan Permedikbud
No. 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) dalam permen
tersebut menjadi lebih jelas dan detail tentang kegiatan yang harus dilakukan
oleh sekolah dalam proses penjaminan mutu. Sekolah Model dibentuk dengan tujuan
agar sekolah dapat mencapai 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan secara
efektif dan efisien. Harapannya sekolah terus menerus melakukan perbaikan
dengan target dan waktu yang jelas sehingga tercermin budaya mutu di sekolah
yang pada akhirnya mutu lulusan pendidikan semakin meningkat.
Sekolah model adalah
sekolah yang berusaha menerapkan model Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).
Sebagian para pelaku pendidikan beranggapan bahwa sekolah model merupakan
sekolah yang sudah hebat, padahal yang dimaksud kata “model” pada sekolah model
adalah sistem-nya yaitu SPMI yang sedang di-model-kan di sekolah tersebut. Dengan
kondisi ini bisa jadi di lapangan ada sekolah yang mengakui bahwa sekolahnya
sudah lebih hebat atau lebih baik dibandingkan dengan sekolah model yang
ditunjuk. Tentunya, jawabanya bisa ya. Sekolah tersebut lebih baik dan hebat.
Namun, Apakah sekolah tersebut telah melakukan sistem penjaminan mutu internal
secara efektif dengan dilakukan secara sistematis, terintegrasi dan
berkelanjutan?. Maka jawababnnya sekolah tersebut rata-rata belum melakukannya
secara utuh. Sekolah model adalah sekolah yang melakukan siklus penjaminan
mutu. Semua siklus dilakukan secara konsisten, sitematis, terintegrasi dan
berkelanjutan mulai dari penetapan target/sasaran mutu, pemetaan, perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi/audit. Semua kegiatan penjaminan mutu
tersebut dilakukan oleh sekolah dan kedepannya menjadi kewenangan semua satuan
pendidikan secara mandiri dalam pelaksanaannya. Sekolah model melakukan
pemetaan mutu dengan instrumen evaluasi diri _(self asessment)_ terhadap
capaian Standar Nasional Pendidikan untuk menentukan base line posisi sekolah.
Hasilnya merupakan base line posisi kondisi sekolah dalam capaian mutu SNP.
Dengan demikian, hasil evaluasi diri tersebut bukan untuk dinilai dengan cara
pemberian atribut seperti A, B, C, baik, buruk, lulus, tidak lulus dan lain
sebagainya. Hasil pemetaan ini merupakan potret mutu sekolah. Potret tersebut
dihasilkan dari evaluasi diri. Evaluasi diri laksana sebuah cermin maka apabila
cerminnya jelas dan tidak kotor akan nampak potret mutu yang sebenar-benarnya
yang memperlihatkan kondisi sekolah atau bagian (baca:standar) yang sangat
lemah. Sebaliknya, apabila cerminnya tidak jelas dan buram maka bayangan diri
sekolah yang nampak tidak akan jelas dan tidak akan terlihat bagian-bagian
tubuh sekolah secara utuh. Selanjutnya, sekolah model melakukan rencana
pemenuhan. Rencana tersebut disusun terhadap standar yang mendesak perlu
dilakukan peningkatan berdasarkan potret mutu sekolah. Rencana pemenuhan
laksana sebuah resep dokter dan jenis obat yang perlu dibeli/disiapkan oleh
sekolah. Dalam menentukan resep dan obat tentu sekolah perlu mempertimbangkan
kondisi ketersedian dan kemampuan harga dalam membeli obat tersebut. Apabila
ada dua sekolah yang potretnya sama tentu resepnya tidak bisa disamakan dan
akan berbeda sesuai dengan kemampuan dan kondisi sekolahnya masing-masing.Langkah
selanjutnya, sekolah melakukan pelaksanaan terhadap rencana yg telah disusun.
Kegiatan ini merupakan kegiatan upaya pemenuhan mutu. Dalam kegiatan ini
laksana membeli obatnya dan meminumnya. Dengan harapan penyakit yang dimaksud
dapat diatasi dan disembuhkan dan tingkat kesehatannya sekolah ditingkatkan.Selanjutnya,
sekolah melakukan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui
efektifitas pelaksanaan penjaminan mutu di sekolah tersebut dan sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan pelaksanaan penjminan mutu yang dilakukan secara
berkelanjutan. Proses keberhasilan penjaminan mutu di sekolah perlu dilakukan
dengan kerjasama semua elemen warga sekolah. Semua perlu bekerjasama dengan
penuh kesadaran tentang pentingnya penjaminan mutu sesuai dengan perannya tanpa
dipaksakan dalam membangun mutu agar tumbuhnya budaya mutu di sekolah tersebut.Dalam
sekolah model semua warga sekolah harus cepat dan tanggap terhadap segala
perubahan yang terjadi dan terus belajar sehingga sekolah perlu dibangun
menjadi sebuah organisasi pembelajar. Terhadap teknologi tidak gagap dan selalu
menerima ide-ide segar yang datang dari manapun untuk peningkatan mutu
sekolahnya. Sekolah model juga perlu menjadi inspirasi bagi sekolah
dilingkungannya dalam membangun budaya mutu sehingga dampaknya dirasakan oleh
sekolah dan lingkungannya.
SMP PGRI 6 Surabaya
adalah Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan Yang Terletak Di Jalan Bulak
Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir Pada Hari Senin
10/9/2018 Sebanyak 5 Orang Guru Yang Terdiri dari Ibu Mei Ratna Susanti , S.Si
Ibu Dina Ayu Septyarini , S.Pd , Ibu Mei Kurniatul Adawiyah , S.Pd, Yeni Eka
Prawista , S.Pd, Dwi Lestari , S.E Dan Bapak Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Banu Atmoko , S.Pd mengikuti Sosialisasi Dan
Evaluasi SPMI Tahun 2018 Yang Diadakan
Di SMP Negeri 19 S Surabaya Dalam Hal
Ini yang Menjadi Pemateri Adalah Bapak
Drs. MARTIJAN , S.H , M. Hum Dimana Beliau adalah Pengawas Pembina Dinas
Pendidikan Kota Surabaya Sekaligus FASDA
Bapak Drs MARTIJAN Menyampaikan Materi Tentang Profil Sekolah Model
Analisis SWOOT Tentang Sekolah Model Tersebut. Menurut Banu Atmoko , S.Pd
Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Berharap Agar SMP PGRI 6Surabaya dapat menjadi
Sekolah Yang Tertib administrasi dan Menjadi Sekolah 8 SNP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar