“ WEBINAR III Satu Derap Seribu
Langkah Guru Pengerak Menjawab Untuk
Negeri Tercinta “
Hari
Ke - 113
PERNYATAAN
Mas Menteri Nadiem Makarim dalam simposium kepala sekolah dan pengawas di
Jakarta yang mengamanahkan kepala sekolah untuk mencari satu saja guru
penggerak di sekolahnya untuk dilindungi, didukung, dan memberikan kewenangan
untuk melakukan perubahan yang diinginkan. Tanpa ragu Mas Menteri juga
menambahkan bahwa guru penggerak itu biasanya “nakal”, memodifikasi kurikulum
lebih engaging, membuat kelas yang menyenangkan, tidak segan-segan mengajak
muridnya keluar dari kepenatan kelas, meracik metode baru dari segala sumber
yang didapatkan untuk selanjutnya diterapkan dalam pembelajarannya. Namun,
tidak heran juga jika sering kali apa yang dilakukan guru penggerak tersebut
tidak pernah mendapatkan apresiasi dari beragam inovasi yang dilakukan.
Sebaliknya, tidak jarang pula guru-guru penggerak yang berpikir dan bertindak
gila tersebut malah mendapatkan stigma gila dan merusak tatanan yang telah rapi
sebelumnya. Harapan besar Mas Menteri untuk mencari satu saja guru penggerak
tersebut kepada para kepala sekolah untuk diberikan kepercayaan diri
melanjutkan kegilaannya dan komitmen kepala sekolah untuk juga berani pasang
badan terhadap inovasi dan kreativitas sang guru penggerak tersebut menarik
sekali untuk dianalisis. Guru penggerak pada era Revolusi Industri 4.0 seperti
saat ini menjadi kebutuhan mendasar bagi sekolah untuk terus mampu
menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas yang diyakini bisa mendorong
cepatnya reformasi pendidikan bagi bangsa Indonesia. Guru penggerak itu akan
menjadi inspirasi bagi guru-guru yang lainnya. Menginspirasi bagi peserta
didiknya, dan pada akhirnya jika diberikan keleluasaan penuh oleh kepala
sekolah akan membuat lembaga pendidikan tersebut melesat dan menjadi pembeda bagi
sekolah yang lainnya. Pinter Goblok Gaji Sama (PG2S) adalah akronim yang
merupakan dosa warisan turun-temurun dari masa lampau dan telah menjadi virus
akut yang tanpa sadar membunuh pelaku pendidikan, baik yang berstatus PNS
maupun non-PNS. Pendek kata, menjadi guru yang NgaPu-NgaPu
(Ngajar-Pulang-Ngajar-Pulang) dan menjadi guru penggerak yang penuh kreativitas
dan inovasi, guru yang masih mempunyai waktu untuk membangun sekolah ternyata
mempunyai gaji dan tunjangan yang sama. Secara pragmatis tentang bagaimana
fakta gaji dan tunjangan guru berdasarkan masa kerja bukan berbasis kinerja
semakin membuat kebanyakan guru terbelenggu dalam penjara mental PG2S. lebih
parah lagi, lebih bahagia mencari tambahan penghasilan di luar sekolah. Secuil
tips untuk penganut aliran PG2S adalah terbanglah pada masa di mana niat awalmu
menjadi guru adalah untuk membangun bangsa Indonesia tercinta ini melalui
memberikan pendidikan yang baik untuk bekal generasi penerus bangsa mencapai
impiannya. Napas sang guru penggerak adalah mencipta perubahan, perubahan kecil
dari ruang-ruang kelas dengan mengajar mendidik dan menghantar para peserta
didiknya agar mampu mengimbangi tuntutan perkembangan zaman yang semakin
kompleks. Perubahan yang tercipta dari inovasi dan kreativitas untuk para siswa
dan semua pelaku pendidikan di sekolah jika dilakukan dengan penuh cinta dan
komunikasi baik tentunya akan menjadi pendorong yang lainnya mengikuti
perubahan. Sehingga, apa yang disampaikan Mas Menteri Nadiem Makarim jika
setiap guru melakukan perubahan dengan serentak, kapal besar bernama pendidikan
Indonesia yang berkualitas akan tergerak bukanlah hal yang utopis. Masih
menurut Mas Menteri, setidaknya ada lima perubahan kecil yang bisa dilakukan
guru dari dalam kelas yaitu dengan mengajak lebih sering siswa berdiskusi,
memberi ruang yang lebih luas untuk murid berperan menjadi guru, mencetuskan
proyek bakti sosial yang melibatkan semua kelas, menemukan bakat pada murid
yang kurang percaya diri, dan menawarkan kepada guru lain ketika mengalami
kesulitan untuk melakukan apa pun (kolaboratif). Kelima contoh perubahan kecil
itu tentu saja bisa dilakukan dengan melakukan gebrakan-gebrakan yang tentu
saja membutuhkan proses yang panjang untuk menjadi kebiasaan yang produktif di
dalam lingkungan sekolah. Di samping itu, sang guru penggerak harus siap
mendapatkan “perlawanan” dari murid maupun guru yang terkadang sulit untuk
menerima perubahan. Perubahan sekecil apa pun bagi pelaku pendidikan yang telah
nyaman dalam zona kenyamanan, penganut keseragaman dan cenderung anti perubahan
tentu saja akan menjadi hambatan tersendiri bagi sang guru penggerak. Di
sinilah peran kepala sekolah sebagai manajer yang profesional harus berani
pasang badan memberikan kepercayaan guru penggerak untuk mendobrak perubahan
positif. Pembelajaran era disrupsi yang kecepatan perubahannya melebihi
kecepatan kedipan mata menuntut para pelaku pendidikan untuk segera melakukan
perubahan. Gerakan reformasi pendidikan tidak bisa bersifat top down atas kuasa
pemerintah melalui penganggaran yang besar kepada kementerian pendidikan.
Namun, akan lebih dahsyat dan cepat hasilnya jika perubahan itu dilakukan oleh
individu-individu yang disebut di atas dengan lahirnya para guru penggerak.
Tidak indah kiranya jika bangsa Indonesia mengulang sejarah yang sama hingga
muncul anekdot bahwa ganti menteri adalah sama dengan ganti kurikulum. Anekdot
itu menurut penulis lebih bentuk keputusasaan tidak bisa melakukan perubahan
mendasar seperti yang diharapkan banyak orang, namun dengan perubahan kurikulum
bisa diharapkan bisa menghegemoni kebanyakan orang. Menghadapi perubahan yang
super cepat sebenarnya telah banyak dilakukan oleh para guru penggerak untuk
selalu berbuat “gila” di sekolahnya dengan penguatan beberapa kompetensi
penting seperti kreativitas, kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, cara
berpikir secara matematis, dan juga kebatinan kepada sesama. Kompetensi ini
harus dibentuk dan menjiwai pada semua pelaku pendidikan, bukan hanya kepada
para peserta didik, namun juga kepada guru, kepala sekolah, pengawas sekolah,
dan tentunya kepada semua pemangku kebijakan pendidikan. Kompetensi
kreativitas, komunikasi, kolaborasi, dan berpikir kritis stimulan yang bisa
dilakukan kepada siswa dalam penilaian tentu saja adalah dengan berani “hijrah”
dari soal pilihan ganda menjadi soal uraian yang berbasis HOTS (high order
thinking skills). Pada soal uraian yang bersifat HOTS akan memberi peluang
kepada peserta didik untuk bisa berselancar bebas berpikir dalam memberikan argumentasi
dari setiap soal yang dibuat oleh guru. Sumbangsih guru penggerak dalam
berpikir logis secara matematis salah satunya adalah bagaimana membuat sistem
pelaksanaan program/kegiatan sekolah yang efektif dan efisien. siapa pun
presidennya, ganti berapa kali pun menteri pendidikannya, sebagus apa pun
kurikulumnya, namun jika guru sebagai garda terdepan suksesnya pembelajaran di
kelas untuk menyiapkan masa depan bangsa terlupakan, maka upaya menciptakan
generasi emas masa depan bangsa Indonesia sama saja dengan menjaring angin. Di
sinilah terlihat bagaimana pentingnya peran guru. Terciptanya semakin banyak
guru-guru gila penggerak yang mampu mendobrak perubahan sangat penting
disegerakan. Meskipun negara mengagendakan Ujian Nasional Berbasis Komputer
(UNBK), namun sang guru penggerak boleh mengadakan Ujian Nasional Berbasis
Laptop (UNBL) bahkan jika bisa berbasis Android (UNBA). Langkah kecil yang
sebenarnya sangat fantastis ini pada banyak tempat juga masih menjadi
persinggungan yang serius. Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang sekian
lama hanya berjalan 3 bulan dan baru mulai tahun ajaran baru 2019/2020
berlangsung 6 bulan dilakukan oleh guru penggerak dengan melaksanakan PSG
selama 1 tahun sejak 4 tahun yang lalu sebagai bentuk terobosan juga menyisakan
polemik. Perubahan paradigma menjadi faktor pendukung yang kuat agar
kompetensi-kompetensi tersebut di atas bisa dilakukan secara masif hingga hasil
perubahan pendidikan yang jauh lebih baik segera dilihat dan dirasakan banyak
orang. Pergeseran paradigma menurut bahasa adalah suatu hal simpel dan biasa,
namun ternyata praktiknya sangat sulit dilakukan. Pejabat pemangku pendidikan
harus menggeser paradigma berpikir dari hanya berdiam diri menunggu masukan
bawahan, dengan lebih mendekatkan diri kepada sekolah untuk mendengarkan
langsung kendala-kendala yang dialami sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pengawas sekolah yang selama ini menjadi perwujudan manusia setengah dewa yang
menakutkan bagi guru dan kepala sekolah harus bergeser paradigmanya menjadi
peran teman diskusi yang menyenangkan dan mencerahkan. Kepala sekolah yang
sebelumnya selalu memosisikan diri sebagai atasan dan cenderung menunggu
laporan Asal Bapak Senang (ABS) harus berubah menjadi seorang leader yang lebih
banyak mendengar apa yang diharapkan masyarakatnya di sekolah. Sementara itu,
para guru yang biasanya hanya melakukan pembelajaran searah dan bersifat
transfer pengetahuan ke siswa harus bergeser menjadi teman diskusi yang menginspirasi
bagi peserta didik. Modifikasi pembelajaran yang dilakukan guru penggerak
dengan melompat dari kepenatan tuntutan kurikulum dan jauh dari kebutuhan
mendasar yang menjadi bekal nyata bagi lulusan SMK pada banyak tempat juga
menjadi pemantik polemik berkepanjangan. Polemik yang pada dasarnya berangkat
dari suatu langkah yang di luar kebiasaan karena membentur aturan birokrasi
menjadi sangat sulit untuk dilaksanakan. Para guru harus berpikir kritis bahwa
keseragaman kurikulum sistem paket dari pusat tentu saja sering kali tidak bisa
dilakukan sama antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya, satu daerah
dengan daerah lainnya, dan suatu sekolah di perkotaan dengan daerah pedesaan
dan juga daerah terpencil. Sehingga, sebenarnya guru bisa memodifikasi
implementasi kurikulum tersebut sesuai dengan kebutuhan pasar di sekitar
sekolah yang langsung bisa sangat berguna bagi lulusan untuk pengabdian ilmu
pengetahuan yang dimilikinya. Akhirnya, sebagai guru marilah kita berebut
menjadi guru penggerak demi terselenggaranya pendidikan yang sesuai tuntutan
zaman.
Dalam
masa Pandemi COVID – 19 ini Guru pengerak sangat berperan dalam kegiatan
belajar mengajar , dalam kesempatan ini penulis yang juga Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Sekolah Peduli
Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan
Wonokusumo Kecamatan Semampir pada hari Rabu 6/5/2020 mengikuti kegiatan
Webinar III yang diadakan oleh Media Guru kerjasama dengan INDOSAT Oredo dalam kesempatan tersebut yang menjadi
pembicara adalah Alphian Sahruddin , S.Pd , M.Pd Dian Intan Marsifa Fauzia ,
S.PdSd , Elly Alpes Jusa S.Pd , Tri Sulistini, S.Pd., M.Pd.. komunitas penulis terbesar di
Indonesia yang terbentuk dan bergabung dengan Media Guru Indonesia ,menjadi
barisan panjang guru penggerak penggiat literasi yang tumbuh dari hati dan
menularkan semangat menulis ke seluruh pelosok Indonesia. Suatu gerakan nirlaba
yang lebih mendahulukan maju bersama mengisi pembangunan bangsa lewat tangan
lembut dunia pendidikan yaitu guru. Hal ini gerak nyata arus bawah yang
berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas . Kegiatan webinar 3 Media
guru betul-betul memberi gambaran bagaimana guru penggerak bergerak diseluruh
Indonesia sampai ke wilayah 3T.pengalaman, hambatan, tantangan yang dihadapi
tidak.membuat guru penggerak putus asa melainkan menjadi pendobrak semangat
untuk terus berkarya dan berjaya. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan
Terimakasih kepada Media Guru dan INDOSAT yang sudah menyelenggarakan Kegiatan
WEBINAR III Tersebut Serta Untuk Media Guru
teruslah Berkarya dan Berjaya Untuk Negeri ini melalui Sebuah Tulisan.
#Tantangan Guru Siana
# dispendik Surabaya
#Guruhebat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar