Senin, 16 Maret 2020

“ Melalui Upacara Ajak Peserta Didik Kembangkan Karakter “




















“ Melalui Upacara Ajak Peserta Didik Kembangkan Karakter “
                                                              Hari Ke - 62
Banyak persoalan yang terjadi pada masyarakat Indonesia dewasa ini, seperti korupsi, kekerasan, pencurian, perampokan, kejahatan seksual, perkelahian massa (antar para pelajar, pemuda antara kampung/desa), kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif,  dan sebagainya. Persoalan itu menjadi topik pembahasan hangat dan hampir setiap saat diperbincangkan di berbagai media massa, seminar, dan sarasehan atau kegiatan lainnya. Persoalan itu misalnya, korupsi yang melibatkan para pejabat, mulai dari tingkat desa sampai bupati atau gubernur. Begitu juga wakil rakyat dari tingkat daerah sampai pusat. Mengapa begitu banyak persoalan dan bagaimana penyelesaiannya. Berbagai alternatif penyelesaian untuk mengatasi tersebut diajukan, seperti dengan memperketat berbagai peraturan, undang-undang, penerapan hukum yang lebih kuat, dibentuknya pansus, dan sebagainya. Namun alternatif pemecahan itu belum banyak membawa perubahan pada perbaikan ke arah yang lebih baik, karena persoalan tersebut sepertinya sudah menjadi “bagian budaya” masyarakat Indonesia. Makin maraknya sikap dan perilaku buruk sehingga Indonesia yang dikenal penyabar, ramah, penuh sopan santun, dan pandai berbasa-basi, sekonyong-konyong menjadi pemarah, suka mencaci, dan pendendam. “Dalam tiga dekade terakhir Indonesia banyak kehilangan mulai dari sumber daya alam, manusia, dan budaya,” (Dasim, 2011). Tidak mudah untuk menyelesaikan persoalan yang ada dalam waktu singkat. Pemberian hukum yang berat, ternyata tidak membuat orang jera malah bisa sebaiknya. Untuk itu perlu ada alternatif lain. Alternatif penyelesaian yang dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, persoalan mengenai masalah budaya dan karakter bangsa adalah pendidikan. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi anak didik sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa yang ramai diperbincangkan. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan dampaknya tidak dapat dilihat dalam waktu yang singkat, perlu proses, pembiasaan sehingga memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Melihat alternatif tersebut, timbul persoalan, bagaiamana menerapkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui pendidikan? Bukankah selama ini sudah ada pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang sudah menanamkan pendidikan karakter, atau melalui pendidikan agama yang banyak menanamkan nilai-nilai dalam hubungannya antar manusia atau dengan Tuhan. Atau melalui pendidikan sejarah yang memberikan pendidikan nilai-nilai dari peristiwa yang terjadi. Bagaimana dengan mata pelajaran lainnya, apakah tidak memiliki kewajiban dalam menanamkan nilai-nilai? Persoalan-persoalan ini tampaknya menarik untuk dikaji. Kepedulian masyarakat mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa telah pula menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan. Bila melihat pada perjalanan sejarah, Orde Lama dan Orde Baru sudah memiliki pendidikan karakter, tetapi mandek. Zaman Orla, nation character building hebat telah dikampanyekan. Namun, dalam perjalanannya dihancurkan oleh doktrin-doktrin yang melemahkan. Orba mulai bagus, dengan pembangunan manusia seutuhnya dan Pancasila. ”Tetapi, Pancasila ditunggangi untuk memenangkan salah satu golongan,” Akibatnya, tumbuh dan berkembang dengan mengejar kesejahteraan duniawi, konsumtivisme, hedonisme, dan individualisme tinggi. Pada era Reformasi sekarang ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Hari Pendidikan Nasional, 11 Mei 2010, mulai mencanangkan pendidikan karakter dalam rangka membangun karakter, budaya, dan peradaban bangsa yang luhur. Implementasi dari pencanangan ini, berbagai direktorat dan berbagai lembaga pemerintah terutama di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional mulai disosialisasikan. Upaya pengembangan itu berkenaan dengan berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh. Keinginan masyarakat dan kepedulian pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa akhirnya berakumulasi pada kebijakan pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa dan menjadi salah satu program unggulan pemerintah paling tidak untuk masa 5 (lima) tahun mendatang. “Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukkan diri berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik manusia lain yang juga telah dididik oleh manusia lain” (Emmanuel Kant) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan  “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.  Tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu rumusan tujuan pendidikan nasional seyogyanya  menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai mahluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan tersebut tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang  terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan  karakter bangsa. Oleh karena itu,  pengembangan karakter bangsa hanya daapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu. Akan tetapi karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu maka pengembangan karakter individu tadi hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa   hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial dan budaya masyarakat dan bangsanya. Atas dasar pemikiran di atas maka pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan tersebut harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah dan oleh karenanya dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Dalam menumbuhkan Penguatan Pendidikan Karakter SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya Sekolah Peduli Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan Wonokusumo Kecamatan Semampir , Pada Hari Senin 16/3/2020  mengadakan kegiatan  upacara bendera penguatan pendidikan karakter, dalam kesempatan ini yang menjadi petugas Upacara adalah Peserta didik SMP Gabungan Kelas 7 – 9 SMP PGRI 6 Surabaya , dalam kesempatan upacara kali ini yang bertindak menjadi Pembina Upacara adalah Bapak BANU ATMOKO , S.Pd . dalam amanat nya Kepala Sekolah kelahiran APRIL 1984  Alumni Jurusan PLS UNESA Tersebut mengajak seluruh siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya untuk menjaga kebersihan , karena musim Corona , usahakan membawa hand sanitizer  serta membawa masker , di samping itu BANU ATMOKO , S.Pd  juga mengajak siswa / siswi baik SMP PGRI 6 Surabay maupun SDS “ AL-IKHLAS Surabaya untuk banyak latihan soal – soal khususnya kelas 9 dan kelas 6 melalui portal https://belajar.kemdikbud.go.id/Dashboard/Account/Login , Tidak hanya Siswa kelas 9 SMP PGRI 6 Surabaya dan kelas 6 SDS “ AL-IKHLAS Saja yang mengerjakan soal – soal tersebut tetapi kelas 7 – 8 SMP PGRI 6 Surabaya Serta Kelas 4 Dan Kelas 5 SDS AL-IKHLAS Surabaya untuk banyak latihan soal – soal  tersebut , sehingga di harapkan anak didik SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya siap mengahadapi PAT , Maupun Ujian Sekolah untuk kelas 9 Dan Kelas 6 , Terakhir Kepala SMP PGRI 6 Surabaya Mengajak Siswa / Siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya mampu mengaplikasikan Karakter mulai DISIPLIN , Sampai PEDULI LINGKUNGAN
#Tantangan Guru Siana
# dispendik Surabaya
#Guruhebat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar