“ Melalui Upacara Ajak Peserta Didik Kembangkan Karakter
“
Hari Ke - 62
Banyak persoalan yang terjadi pada masyarakat
Indonesia dewasa ini, seperti korupsi, kekerasan, pencurian, perampokan,
kejahatan seksual, perkelahian massa (antar para pelajar, pemuda antara
kampung/desa), kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak
produktif, dan sebagainya. Persoalan itu
menjadi topik pembahasan hangat dan hampir setiap saat diperbincangkan di
berbagai media massa, seminar, dan sarasehan atau kegiatan lainnya. Persoalan
itu misalnya, korupsi yang melibatkan para pejabat, mulai dari tingkat desa
sampai bupati atau gubernur. Begitu juga wakil rakyat dari tingkat daerah
sampai pusat. Mengapa begitu banyak persoalan dan bagaimana penyelesaiannya.
Berbagai alternatif penyelesaian untuk mengatasi tersebut diajukan, seperti
dengan memperketat berbagai peraturan, undang-undang, penerapan hukum yang
lebih kuat, dibentuknya pansus, dan sebagainya. Namun alternatif pemecahan itu
belum banyak membawa perubahan pada perbaikan ke arah yang lebih baik, karena
persoalan tersebut sepertinya sudah menjadi “bagian budaya” masyarakat
Indonesia. Makin maraknya sikap dan perilaku buruk sehingga Indonesia yang
dikenal penyabar, ramah, penuh sopan santun, dan pandai berbasa-basi,
sekonyong-konyong menjadi pemarah, suka mencaci, dan pendendam. “Dalam tiga
dekade terakhir Indonesia banyak kehilangan mulai dari sumber daya alam,
manusia, dan budaya,” (Dasim, 2011). Tidak mudah untuk menyelesaikan persoalan
yang ada dalam waktu singkat. Pemberian hukum yang berat, ternyata tidak
membuat orang jera malah bisa sebaiknya. Untuk itu perlu ada alternatif lain.
Alternatif penyelesaian yang dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak
mengurangi, persoalan mengenai masalah budaya dan karakter bangsa adalah
pendidikan. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi
anak didik sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan
keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke
arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Pendidikan
dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun
generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat
preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda
bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab
berbagai masalah budaya dan karakter bangsa yang ramai diperbincangkan. Memang
diakui bahwa hasil dari pendidikan dampaknya tidak dapat dilihat dalam waktu
yang singkat, perlu proses, pembiasaan sehingga memiliki daya tahan dan dampak
yang kuat di masyarakat. Melihat alternatif tersebut, timbul persoalan,
bagaiamana menerapkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui pendidikan?
Bukankah selama ini sudah ada pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang sudah
menanamkan pendidikan karakter, atau melalui pendidikan agama yang banyak
menanamkan nilai-nilai dalam hubungannya antar manusia atau dengan Tuhan. Atau
melalui pendidikan sejarah yang memberikan pendidikan nilai-nilai dari
peristiwa yang terjadi. Bagaimana dengan mata pelajaran lainnya, apakah tidak
memiliki kewajiban dalam menanamkan nilai-nilai? Persoalan-persoalan ini
tampaknya menarik untuk dikaji. Kepedulian masyarakat mengenai pendidikan
budaya dan karakter bangsa telah pula menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai
upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan. Bila
melihat pada perjalanan sejarah, Orde Lama dan Orde Baru sudah memiliki
pendidikan karakter, tetapi mandek. Zaman Orla, nation character building hebat
telah dikampanyekan. Namun, dalam perjalanannya dihancurkan oleh
doktrin-doktrin yang melemahkan. Orba mulai bagus, dengan pembangunan manusia
seutuhnya dan Pancasila. ”Tetapi, Pancasila ditunggangi untuk memenangkan salah
satu golongan,” Akibatnya, tumbuh dan berkembang dengan mengejar kesejahteraan
duniawi, konsumtivisme, hedonisme, dan individualisme tinggi. Pada era
Reformasi sekarang ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Hari Pendidikan
Nasional, 11 Mei 2010, mulai mencanangkan pendidikan karakter dalam rangka
membangun karakter, budaya, dan peradaban bangsa yang luhur. Implementasi dari
pencanangan ini, berbagai direktorat dan berbagai lembaga pemerintah terutama
di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional mulai disosialisasikan. Upaya
pengembangan itu berkenaan dengan berbagai jenjang dan jalur pendidikan
walaupun sifatnya belum menyeluruh. Keinginan masyarakat dan kepedulian
pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa akhirnya berakumulasi
pada kebijakan pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa dan
menjadi salah satu program unggulan pemerintah paling tidak untuk masa 5 (lima)
tahun mendatang. “Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui
pendidikan dan pembentukkan diri berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik
manusia lain yang juga telah dididik oleh manusia lain” (Emmanuel Kant)
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus
digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU
Sisdiknas menyebutkan “pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab”. Tujuan pendidikan
nasional tersebut merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang
harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu rumusan
tujuan pendidikan nasional seyogyanya
menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan
keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai,
moral, norma dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan
sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan
keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial,
sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya.
Manusia sebagai mahluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral,
norma, dan keyakinan tersebut tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia
dan alam kehidupan manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma,
dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak,
atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang
lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat
dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya daapat
dilakukan melalui pengembangan karakter individu. Akan tetapi karena manusia
hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu maka pengembangan karakter
individu tadi hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang
berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses
pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial dan
budaya masyarakat dan bangsanya. Atas dasar pemikiran di atas maka pengembangan
pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan
keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan tersebut harus dilakukan
melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, metode belajar dan
pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya
dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah dan oleh karenanya dilakukan
secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui semua mata
pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Dalam menumbuhkan Penguatan Pendidikan
Karakter SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya Sekolah Peduli
Berbudaya Lingkungan yang terletak di Jalan Bulak Rukem III No. 7 – 9 Kelurahan
Wonokusumo Kecamatan Semampir , Pada Hari Senin 16/3/2020 mengadakan kegiatan upacara bendera penguatan pendidikan
karakter, dalam kesempatan ini yang menjadi petugas Upacara adalah Peserta
didik SMP Gabungan Kelas 7 – 9 SMP PGRI 6 Surabaya , dalam kesempatan upacara
kali ini yang bertindak menjadi Pembina Upacara adalah Bapak BANU ATMOKO , S.Pd
. dalam amanat nya Kepala Sekolah kelahiran APRIL 1984 Alumni Jurusan PLS UNESA Tersebut mengajak
seluruh siswa / siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya untuk
menjaga kebersihan , karena musim Corona , usahakan membawa hand sanitizer serta membawa masker , di samping itu BANU
ATMOKO , S.Pd juga mengajak siswa /
siswi baik SMP PGRI 6 Surabay maupun SDS “ AL-IKHLAS Surabaya untuk banyak
latihan soal – soal khususnya kelas 9 dan kelas 6 melalui portal https://belajar.kemdikbud.go.id/Dashboard/Account/Login ,
Tidak hanya Siswa kelas 9 SMP PGRI 6 Surabaya dan kelas 6 SDS “ AL-IKHLAS Saja
yang mengerjakan soal – soal tersebut tetapi kelas 7 – 8 SMP PGRI 6 Surabaya
Serta Kelas 4 Dan Kelas 5 SDS AL-IKHLAS Surabaya untuk banyak latihan soal –
soal tersebut , sehingga di harapkan
anak didik SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS Surabaya siap mengahadapi
PAT , Maupun Ujian Sekolah untuk kelas 9 Dan Kelas 6 , Terakhir Kepala SMP PGRI
6 Surabaya Mengajak Siswa / Siswi SMP PGRI 6 Surabaya dan SDS “ AL-IKHLAS
Surabaya mampu mengaplikasikan Karakter mulai DISIPLIN , Sampai PEDULI
LINGKUNGAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar